Monday, August 31, 2009
Ibunda Abu Hurairah Masuk Islam
Semenjak ia menganut Islam tak ada yang memberatkan dan menekan perasaan Abu Hurairah dari berbagai persoalan hidupnya ini, kecuali satu masalah yang hampir menyebabkannya tak dapat memejamkan mata. Masalah itu ialah mengenai ibunya, karena waktu itu ia menolak untuk masuk Islam. Bukan hanya sampai di sana saja, bahkan ia menyakitkan perasaannya dengan menjelek-jelekkan Rasulullah di depannya.
Pada suatu hari ibunya itu kembali mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan bagi Abu Hurairah tentang Rasulullah saw, hingga ia tak dapat menahan tangisnya dikarenakan sedihnya, lalu ia pergi ke mesjid Rasul. Marilah kita dengarkan ia menceritakan lanjutan berita kejadian itu sebagai berikut:
Sambil menangis aku datang kepada Rasulullah, lalu kataku: --''Ya Rasulallah, aku telah meminta ibuku masuk Islam, Ajaranku itu ditolaknya, dan hari ini aku pun baru saja, memintanya masuk Islam. Sebagai jawaban ia malah mengeluarkan kata-kata yang tak kusukai terhadap diri Anda. Karenanya mohon anda do'akan kepada Allah kiranya ibuku itu ditunjuki-Nya kepada Islam.."
Maka Rasulullah saw berdo'a: "Ya Allah tunjukilah ibu Abu Hurairah!"
Aku pun berlari mendapatkan ibuku untuk menyampaikan kabar gembira tentang do'a Rasulullah itu. Sewaktu sampai di muka pintu, kudapati pintu itu terkunci. Dari luar kedengaran bunyi gemercik air, dan suara ibu memanggilku: "Hai Abu Hurairah, tunggulah ditempatmu itu!"
Di waktu ibu keluar ia memakai baju kurungnya, dan membalutkan selendangnya sambil mengucapkan: "Asyhadu alla ilaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu wa Rasuluh."
Aku pun segera berlari menemui Rasulullah saw sambil menangis karena gembira, sebagaimana dahulu aku menangis karena berduka, dan kataku padanya: "Kusampaikan kabar suka ya Rasulallah, bahwa Allah telah mengabulkan do'a anda, Allah telah menunjuki ibuku ke dalam Islam." Kemudian kataku pula: "Ya Rasulallah, mohon anda do'akan kepada Allah, agar aku dan ibuku dikasihi oleh orang-orang Mu'min, baik laki-laki maupun perempuan!" Maka Rasul berdo'a: "Ya Allah, mohon engkau jadikan hambu-Mu ini beserta ibunya dikasihi oleh sekalian orang-orang Mumin, laki-laki dan perempuan!"
Akrab Dengan Kemiskinan
Karena keinginannya memusatkan perhatian untuk menyertai Rasul saw ia pernah menderita kepedihan lapar yang jarang diderita orang lain. Dan pernah ia menceritakan kepada kita bagaimana rasa lapar telah menggigit-gigit perutnya, maka diikatkannya batu dengan surbannya ke perutnya dan ditekannya ulu hatinya dengan kedua tangannya, lalu terjatuhlah ia di mesjid rambil menggeliat-geliat kesakitan hingga sebagian sahabat menyangkanya ayan, padahal sama sekali bukan!
Dapatkan Mesej Bergambar di Sini
Suatu kali, dengan masih mengikatkan batu ke perutnya, dia duduk di pinggir jalan, tempat orang biasanya berlalu lalang. Dilihatnya Abu Bakr melintas. Lalu dia minta dibacakan satu ayat Al-Quran. "Aku bertanya begitu supaya dia mengajakku ikut, memberiku pekerjaan," tutur Abu Hurairah. Tapi Abu Bakr cuma membacakan ayat, lantas berlalu.
Dilihatnya Umar ibn Khattab. "Tolong ajari aku ayat Al-Quran," kata Abu Hurairah. Kembali ia harus menelan ludah kekecewaan karena Umar berbuat hal yang sama.
Tak lama kemudian Nabi lewat. Nabi tersenyum. "Beliau tahu apa isi hati saya. Beliau bisa membaca raut muka saya secara tepat," tutur Abu Hurairah.
"Ya Aba Hurairah!" panggil Nabi.
"Labbaik, ya Rasulullah!"
"Ikutlah aku!"
Beliau mengajak Abu Hurairah ke rumahnya. Di dalam rumah didapati sebaskom susu. "Dari mana susu ini?" tanya Rasulullah. Beliau diberi tahu bahwa seseorang telah memberikan susu itu.
"Ya Aba Hurairah!"
"Labbaik, Ya Rasulullah!"
"Tolong panggilkan ahli shuffah," kata Nabi. Susu tadi lalu dibagikan kepada ahli shuffah, termasuk Abu Hurairah. Sejak itulah, Abu Hurairah mengabdi kepada Rasulullah, bergabung dengan ahli shuffah di pondokan masjid.
Sepulang dari Perang Khaibar, Nabi melakukan perluasan terhadap Masjid Nabawi, yaitu ke arah barat dengan menambah tiga pilar lagi. Abu Hurairah terlibat pula dalam renovasi ini. Ketika dilihatnya Nabi turut mengangkat batu, ia meminta agar beliau menyerahkan batu itu kepadanya. Nabi menolak seraya bersabda, "Tiada kehidupan sebenarnya, melainkan kehidupan akhirat."
Dari Buruh Menjadi Majikan
Abu Hurairah sangat mencintai Nabi. Sampai-sampai dia memilih dipukul Nabi karena melakukan kekeliruan ketimbang mendapatkan makanan yang enak. "Karena Nabi menjanjikan akan memberi syafaat kepada orang yang pernah merasa disakitinya secara sengaja atau tidak," katanya.
Begitu cintanya kepada Rasulullah sehingga siapa pun yang dicintai Nabi, ia ikut mencintainya. Misalnya, ia suka mencium Hasan dan Husain, karena melihat Rasulullah mencium kedua cucunya itu.
Ada cerita menarik menyangkut kehidupan Abu Hurairah dan masyarakat Islam zaman itu. Meski Abu Hurairah seorang papa, boleh dibilang tuna wisma, salah seorang majikannya yang lumayan kaya menikahkan putrinya, Bisrah binti Gazwan, dengan lelaki itu. Ini menunjukkan betapa Islam telah mengubah persepsi orang dari membedakan kelas kepada persamaan. Abu Hurairah dipandang mulia karena kealiman dan kesalihannya. Perilaku islami telah memuliakannya, lebih dari kemuliaan pada masa jahiliah yang memandang kebangsawanan dan kekayaan sebagai ukuran kemuliaan.
Sejak menikah, Abu Hurairah membagi malamnya atas tiga bagian: untuk membaca Al-Quran, untuk tidur dan keluarga, dan untuk mengulang-ulang hadis. Ia dan keluarganya meskipun kemudian menjadi orang berada tetap hidup sederhana. Ia suka bersedekah, menjamu tamu, bahkan menyedekahkan rumahnya di Madinah untuk pembantu-pembantuny a.
Tugas penting pernah diembannya dari Rasulullah. Yaitu ketika ia bersama Al-Ala ibn Abdillah Al-Hadrami diutus berdakwah ke Bahrain. Belakangan, ia juga bersama Quddamah diutus menarik jizyah (pajak) ke Bahrain, sambil membawa surat ke Amir Al-Munzir ibn Sawa At-Tamimi.
Abu Hurairah, Amir Bahrain
Abu Hurairah hidup sebagai seorang ahli ibadah dan seorang mujahid, tak pernah ia ketinggalan dalam perang, dan tidak pula dari ibadat. Di zaman Umar bin Khatthab ia diangkat sebagai Amir untuk daerah Bahrain, sedang Umar sebagaimana kita ketahui adalah seorang yang sangat keras dan teliti terhadap pejabat-pejabat yang diangkatnya. Apabila ia mengangkat seseorang sedang ia mempunyai dua pasang pakaian maka sewaktu meninggalkan jabatannya nanti haruslah orang itu hanya mempunyai dua pasang pakaian juga. malah lebih utama kalau ia hanya memiliki satu pasang saja! Apabila waktu meninggalkan jabatan itu terdapat tanda-tanda kekayaan, maka ia takkan luput dari interogasi Umar, sekalipun kekayaan itu berasal dari jalan halal yang dibolehkan syara'! Suatu dunia lain, yang diisi oleh Umar dengan hal-hal luar biasa dan mengagumkan. Rupanya sewaktu Abu Hurairah memangku jabatan sebagai kepala daerah Bahrain ia telah menyimpan harta yang berasal dari sumber yang halal. Hal ini diketahui oleh Umar, maka iapun dipanggilnya datang ke Madinah. Dan mari kita dengarkan Abu Hurairah, memaparkan soal jawab ketus yang berlangsung antaranya dengan Amirul Mu'minin Umar: -- Kata Umar: - "Hai musuh Allah dan musuh kitab-Nya, apa engkau telah mencuri harta Allah?' Jawabku; "Aku bukan musuh Allah dan tidak pula musuh kitab-Nya, hanya aku menjadi musuh orang yang memusuhi keduanya dan aku bukanlah orang yang mencuri harta Allah!'- Dari mana kau peroleh sepuluh ribu itu? -- Kuda kepunyaanku beranak-pinak dan pemberian orang berdatangan. Kembalikan harta itu ke perbendaharaan negara (baitul maal)!
Abu Hurairah menyerahkan hartanya itu kepada Umar, kemudian ia mengangkat tangannya ke arah langit sambil berdo'a: "Ya Allah, ampunilah Amirul Mu'minin."
Tak selang beberapa lamanya. Umar memanggil Abu Hurairah kembali dan menawarkan jabatan kepadanya di wilayah baru. Tapi ditolaknya dan dimintanya maaf karena tak dapat menerimanya. Kata Umar kepadanya: -- "Kenapa, apa sebabnya?"
Abu Hurairah mengemukakan lima alasan, "Agar kehormatanku tidak sampai tercela, hartaku tidak dirampas, punggungku tidak dipukul, aku takut menghukum tanpa ilmu, dan bicara tanpa belas kasih!" Ia memilih tinggal di Madinah, menjadi warga biasa yang memperlihatkan kesetiaan kepada Umar, dan para pemimpin sesudahnya.
Tatkala kediaman Amirul Mukminin Ustman ibn Affan dikepung pemberontak, dalam peristiwa yang dikenal sebagai al-fitnatul kubra (bencana besar), Abu Hurairah bersama 700 orang Muhajirin dan Anshar tampil mengawal rumah tersebut. Meski dalam posisi siap tempur, Khalifah melarang pengikut setianya itu memerangi kaum pemberontak.
Pada masa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah ditawari menjadi gubernur di Madinah. Ia menolak. Ketika terjadi pertemuan antara Khalifah Ali dan lawannya, Muawiyah ibn Abi Sufyan, ia bersikap netral dan menghindari fitnah. Sampai kemudian Muawiyah berkuasa, Abu Hurairah bersedia menjadi gubernur di Madinah. Tapi versi lain mengatakan, Marwan ibn Hakamlah yang menunjuk Abu Hurairah sebagai pembantunya di kantor gebernuran Madinah.
Akhir Hayat Abu Hurairah
Pada suatu hari sangatlah rindu Abu Hurairah hendak bertemu dengan Allah. Selagi orang-orang yang mengunjunginya mendo'akannya cepat sembuh dari sakitnya, ia sendiri berulang-ulang memohon kepada Allah dengan berkata: "Ya Allah, sesungguhnya aku telah sangat rindu hendak bertemu dengan-Mu. Semoga Engkau pun demikian!" Di Kota Penuh Cahaya (Al-Madinatul Munawwarah), ia mengembuskan nafas terakhir pada 57 atau 58 H. (676-678 M.) dalam usia 78 tahun. Meninggalkan warisan yang sangat berharga, yakni hadis-hadis Nabi, bak butiran-butiran ratna mutu manikam, yang jumlahnya 5.374 hadis.
Di sekeliling orang-orang shaleh penghuni pandam pekuburan Baqi', di tempat yang beroleh berkah, di sanalah jasadnya dibaringkan! Dan sementara orang-orang yang mengiringkan jenazahnya kembali dari pekuburan, mulut dan lidah mereka tiada henti-hentinya membaca Hadits yang disampaikan Abu Hurairah kepada mereka dari Rasul yang mulia.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment